Apa kabar hati?
masihkah ia embun?
merunduk tawadu' dipucuk-pucuk daun.
masihkah ia karan9?
berdiri te9ar men9hadapi 9elombang ujian.
Apa kabar iman?
masihkah ia bintan9?
teran9 benderan9 meneran9i kehidupan.
Apa kabar sawdaraku,biz kemaren kehujanan?
dimana pun en9kau brada
semoga ALLAH SWT senantiasa melindun9i dan menja9a dirimu,hatimu dan imanmu.
Aamiin
Hati?
ia embun pagi yang jernih
menetes dengan jernih laksana tawadu' dipucuk-pucuk dedaunan.
Karan9?
Ia karang ditengah lautan nan indah tak terlihat namun berdiri te9ar men9hadapi 9elombang ujian.
Iman?
ia bintan9 yang paling bersinar teran9 benderan9 meneran9i kehidupan malam & siang.
Sawdaramu?
Ia tak ingin mudah lemah karena lelah, payah & goyah..
karena Ada yang menguatkannya dikala lemah, lelah & asa...
Insya allah diriku,hatiku dan imanku akan selalu terjaga & terlindung olehNya melaluimu..
Dan semoga begitupun denganmu...:-)
Sep 16, 2009
NASEHAT AL-GHAZALI UNTUK PELAJAR
Penulis: Henri Shalahuddin
"Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiyat,” demikian petuah masyhur guru Imam Syafii, Waqi’. Ibnu Mas'ud r.a., salah satu Sahabat Nabi saw pernah berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam hati. Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan". (HR. Tirmidzi).
Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.
Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah. Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak dibersihkan. Sebab kalbu yang sehat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi. Penyakit kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu yang sehat diawali dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), dan vitaminnya adalah mengendalikan nafsu. (lihat al-munqidz min al-dhalal)
Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akherat. Sebab niat yang salah akan menyeret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)
Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah pada diri para ilmuwan. "Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah", demikian nasehat kaum bijak. Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata: "Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akherat, niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan diri dengan ilmu itu bukan semata-mata karena mereka butuh ilmu itu, tapi karena mereka membutuhkannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah".
Selanjutnya beliau menjelaskan makna nasehat kaum bijak pandai bahwa 'kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu pun enggan kecuali harus diniatkan untuk Allah', berarti bahwa "Ilmu itu tidak mau membuka hakekat dirinya pada kami, namun yang sampai kepada kami hanyalah lafaz-lafaznya dan definisinya". (Ihya' 'Ulumiddin)
Ringkasnya, Imam al-Ghazali menekankan bahwa ilmu saja tanpa amal adalah junun (gila) dan amal saja tanpa ilmu adalah takabbur (sombong). Junun berarti berjuang berdasarkan tujuan yang salah. Sedangkan takabbur berarti tanpa memperdulikan aturan dan kaedahnya, meskipun tujuannya benar. Maka dalam pendidikan Islam, keimanan harus ditanamkan dengan ilmu; ilmu harus berdimensi iman; dan amal mesti berdasarkan ilmu. Inilah sejatinya konsep integritas pendidikan dalam Islam yang berbasis ta'dib. Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya, gurunya maupun pada Penciptanya. Sehingga terjadi korelasi antara aktivitas pendidikan, orientasi dan tujuannya.
Ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu kedokteran, kelautan, tehnik, komputer dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, maka mereka tidak memfokuskan niatnya pada nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya, politik, atau tujuan pragmatis sesaat lainnya. Tapi kesemuanya ini dipelajarinya dalam rangka meningkatkan keimanan dan bermuara pada pengabdian pada Sang Pencipta. Disorientasi pendidikan diawali dengan hilangnya integritas nilai-nilai ta'dib dalam pendidikan (sekularisasi). Sekularisasi dalam dunia pendidikan berjalan dengan dua hal: (a) menempatkan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang dianggap tidak menghasilkan nilai ekonomi dalam skala prioritas terakhir, atau dihapus sama sekali. Sehingga mahasiswa kedokteran misalnya, tidak perlu dikenalkan pelajaran-pelajaran agama. (b) mengutamakan pencapaian-pencapaian formalitas akademik. Sehingga keberhasilan seorang pelajar hanya ditentukan dari hasil nilai ujian yang menjadi ukuran pencapaian ilmu dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.
Rusaknya dunia pendidikan terjadi ketika ilmu diletakkan secara salah sebagai sarana untuk mengejar syahwat duniawi. Padahal Ali bin Abi Talib r.a., telah mengingatkan: "Barang siapa yang kecenderungannya hanya pada apa yang masuk kedalam perutnya, maka nilainya tidak lebih baik dari apa yang keluar dari perutnya". Wallahu a'lam wa ahkam bis shawab. (***)
"Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiyat,” demikian petuah masyhur guru Imam Syafii, Waqi’. Ibnu Mas'ud r.a., salah satu Sahabat Nabi saw pernah berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam hati. Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan". (HR. Tirmidzi).
Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.
Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah. Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak dibersihkan. Sebab kalbu yang sehat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi. Penyakit kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu yang sehat diawali dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), dan vitaminnya adalah mengendalikan nafsu. (lihat al-munqidz min al-dhalal)
Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akherat. Sebab niat yang salah akan menyeret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)
Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah pada diri para ilmuwan. "Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah", demikian nasehat kaum bijak. Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata: "Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akherat, niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan diri dengan ilmu itu bukan semata-mata karena mereka butuh ilmu itu, tapi karena mereka membutuhkannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah".
Selanjutnya beliau menjelaskan makna nasehat kaum bijak pandai bahwa 'kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu pun enggan kecuali harus diniatkan untuk Allah', berarti bahwa "Ilmu itu tidak mau membuka hakekat dirinya pada kami, namun yang sampai kepada kami hanyalah lafaz-lafaznya dan definisinya". (Ihya' 'Ulumiddin)
Ringkasnya, Imam al-Ghazali menekankan bahwa ilmu saja tanpa amal adalah junun (gila) dan amal saja tanpa ilmu adalah takabbur (sombong). Junun berarti berjuang berdasarkan tujuan yang salah. Sedangkan takabbur berarti tanpa memperdulikan aturan dan kaedahnya, meskipun tujuannya benar. Maka dalam pendidikan Islam, keimanan harus ditanamkan dengan ilmu; ilmu harus berdimensi iman; dan amal mesti berdasarkan ilmu. Inilah sejatinya konsep integritas pendidikan dalam Islam yang berbasis ta'dib. Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya, gurunya maupun pada Penciptanya. Sehingga terjadi korelasi antara aktivitas pendidikan, orientasi dan tujuannya.
Ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu kedokteran, kelautan, tehnik, komputer dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, maka mereka tidak memfokuskan niatnya pada nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya, politik, atau tujuan pragmatis sesaat lainnya. Tapi kesemuanya ini dipelajarinya dalam rangka meningkatkan keimanan dan bermuara pada pengabdian pada Sang Pencipta. Disorientasi pendidikan diawali dengan hilangnya integritas nilai-nilai ta'dib dalam pendidikan (sekularisasi). Sekularisasi dalam dunia pendidikan berjalan dengan dua hal: (a) menempatkan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang dianggap tidak menghasilkan nilai ekonomi dalam skala prioritas terakhir, atau dihapus sama sekali. Sehingga mahasiswa kedokteran misalnya, tidak perlu dikenalkan pelajaran-pelajaran agama. (b) mengutamakan pencapaian-pencapaian formalitas akademik. Sehingga keberhasilan seorang pelajar hanya ditentukan dari hasil nilai ujian yang menjadi ukuran pencapaian ilmu dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.
Rusaknya dunia pendidikan terjadi ketika ilmu diletakkan secara salah sebagai sarana untuk mengejar syahwat duniawi. Padahal Ali bin Abi Talib r.a., telah mengingatkan: "Barang siapa yang kecenderungannya hanya pada apa yang masuk kedalam perutnya, maka nilainya tidak lebih baik dari apa yang keluar dari perutnya". Wallahu a'lam wa ahkam bis shawab. (***)
PLAN YOUR LIFE
Rancanglah hidupmu mulai dari 1 detik ke depan, 1 menit ke depan, 1 jam ke depan, 1 hari ke depan, 1 minggu ke depan, 1 bulan ke depan bahkan 1 tahun ke depan dan seterusnya..mungkin ini adalah kalimat yang biasa tetapi bagi saya ini adalah sebuah kalimat yang mempunyai nilai motivasi yang coba dituliskan stelah membaca dan mencari inspirasi.
Sering kali kita sebagai hamba Allah hanya menjalani hidup seperti air mengalir, ya jadinya kita juga masih belum tahu..nanti kalau kembali kepada Allah Azza wa jalla mau kaya mana ya? Udah cukup belum ya amalan saya??..seperti teman saya ketika ditanya sebuah pertanyaan sederhana seperti ini “setelah selesai kuliah loe mau kemana? Mmhh,,kemana ya..gak tahulah lihat aja ntar..” atau bahkan ada yang ditanya “hari minggu besok loe mau kemana????di kosan aja..kalo gak tidur ya nonton TV” masih bagus sih…direncanaanin tapi kan gak keren banget..saya jadi teringat…sebuah buku yang saya baca gratisan di salah satu toko buku ternama di Bogor, buku ini ditulis oleh alumni IPB sekaligus seorang motivator.judulnya lupa tapi yang jelas motivasi githu..ada sebuah bab yang ketika sang penulis masih kecil..ayahnya bercerita kepadanya..ndok (begitulah kira-kira pangglian ke yang lebih muda dalam bahasa jawa)..”kamu tahu bedanya kerang di pasar dan kerang mutiara??? tidak “sang anak berkata”…kamu mau tahu???..ya mau..
’sang ayahpun bercerita”: suatu hari ada anak kerang yang menangis kesakitan..sangat-sangat sakit sampai-sampai tidak mau makan…lalu si anak kerang mengadu kepada ibunya…ibu…ibu…sakit sekali..sakit sekali..sabar yach nak “ucap sang ibu” pasir yang masuk ke dalam tubuh ini nanti juga akan hilang…jadi kamu sbar aja yach. Ternyata yang membuat sakit sang anak kerang itu adalah pasir-pasir yang masuk ke dalam tubuhnya..namun setelah bergnati hari, minggu, bulan muncullah mutiara di dalam tubuh anak kerang tersebut..lalu kemudian kerang tersebut akan diambil oleh petani untuk diambil mutiaranya dan dijual dengan harga yang mahal, sangat berbeda dengan kerang yang tidak menghasilkan mutiara hanya akan dijual di pasaran dengan harga yang murah..”lalu sang bapak pun mengelus ubun-ubun sang anak dan berkata”: meskipun kita adalah orang miskin yang tinggal di tengah hutan, tapi jangan biarkan mimpi-mimpi kita untuk menjadi orang besar dihalangi oleh keadaan kita sekarang..jangan pernah mundur untuk menggapai cita-citamu” lalu sang anakpun mengangguk dan tersenyum..
Semenjak hari itu dia tidak pernah menyerah dan tidak mudah dipatahkan mimpi-mimpinya uintuk mencapai cita-citanya menjadi seorang unsinyur pertanian..
Lain halnya dengan sebuah judul lagi yang saya baca dari buku tersebut, kalau tidak salah bab tersebut berjudul..mmmhhhh..yang jelas isinya ini mengenai seorang yang bila punya keinginan kuat akan mendapatkan apa yang dia mau.
Begini isi bukunya: sang penulis buku tersebut menuliskan pada tahun 90an, dia melihat televisi yang sedang memutarkan keindahan negara hongkong..secara sengaja dia ucapkan dengan mulutnya dan ditanamkan di hatinya bahwa suatu saat dia akan pergi ke negara tersebut dan hasil setelah tahun berganti tahun diapun diundang untuk mengisi pelatihan di negara tersebut. Subhanallah…impiannya terkabul.
Seorang kakak kelas saya pernah berkata, kita itu harusnya membuat planning hidup mulai dari hari ini, besok, lusa, minggu depan, bulan depan dan seterusnya supaya kita punya targetan-targetan dalam hidup. Misal: kapan kita akan lulus, kapan kita bekerja dan berapa lama waktu yang kita perlukan untuk menjadi sukses, sampai-sampai kapan juga kita mau mencari pujaan hati. Jadi sudahkah kita membuat rencana-rencana hidup kita hingga akhir aya hidup kita, jika belum maka cobalah mulai dari sekarang ya.
Sering kali kita sebagai hamba Allah hanya menjalani hidup seperti air mengalir, ya jadinya kita juga masih belum tahu..nanti kalau kembali kepada Allah Azza wa jalla mau kaya mana ya? Udah cukup belum ya amalan saya??..seperti teman saya ketika ditanya sebuah pertanyaan sederhana seperti ini “setelah selesai kuliah loe mau kemana? Mmhh,,kemana ya..gak tahulah lihat aja ntar..” atau bahkan ada yang ditanya “hari minggu besok loe mau kemana????di kosan aja..kalo gak tidur ya nonton TV” masih bagus sih…direncanaanin tapi kan gak keren banget..saya jadi teringat…sebuah buku yang saya baca gratisan di salah satu toko buku ternama di Bogor, buku ini ditulis oleh alumni IPB sekaligus seorang motivator.judulnya lupa tapi yang jelas motivasi githu..ada sebuah bab yang ketika sang penulis masih kecil..ayahnya bercerita kepadanya..ndok (begitulah kira-kira pangglian ke yang lebih muda dalam bahasa jawa)..”kamu tahu bedanya kerang di pasar dan kerang mutiara??? tidak “sang anak berkata”…kamu mau tahu???..ya mau..
’sang ayahpun bercerita”: suatu hari ada anak kerang yang menangis kesakitan..sangat-sangat sakit sampai-sampai tidak mau makan…lalu si anak kerang mengadu kepada ibunya…ibu…ibu…sakit sekali..sakit sekali..sabar yach nak “ucap sang ibu” pasir yang masuk ke dalam tubuh ini nanti juga akan hilang…jadi kamu sbar aja yach. Ternyata yang membuat sakit sang anak kerang itu adalah pasir-pasir yang masuk ke dalam tubuhnya..namun setelah bergnati hari, minggu, bulan muncullah mutiara di dalam tubuh anak kerang tersebut..lalu kemudian kerang tersebut akan diambil oleh petani untuk diambil mutiaranya dan dijual dengan harga yang mahal, sangat berbeda dengan kerang yang tidak menghasilkan mutiara hanya akan dijual di pasaran dengan harga yang murah..”lalu sang bapak pun mengelus ubun-ubun sang anak dan berkata”: meskipun kita adalah orang miskin yang tinggal di tengah hutan, tapi jangan biarkan mimpi-mimpi kita untuk menjadi orang besar dihalangi oleh keadaan kita sekarang..jangan pernah mundur untuk menggapai cita-citamu” lalu sang anakpun mengangguk dan tersenyum..
Semenjak hari itu dia tidak pernah menyerah dan tidak mudah dipatahkan mimpi-mimpinya uintuk mencapai cita-citanya menjadi seorang unsinyur pertanian..
Lain halnya dengan sebuah judul lagi yang saya baca dari buku tersebut, kalau tidak salah bab tersebut berjudul..mmmhhhh..yang jelas isinya ini mengenai seorang yang bila punya keinginan kuat akan mendapatkan apa yang dia mau.
Begini isi bukunya: sang penulis buku tersebut menuliskan pada tahun 90an, dia melihat televisi yang sedang memutarkan keindahan negara hongkong..secara sengaja dia ucapkan dengan mulutnya dan ditanamkan di hatinya bahwa suatu saat dia akan pergi ke negara tersebut dan hasil setelah tahun berganti tahun diapun diundang untuk mengisi pelatihan di negara tersebut. Subhanallah…impiannya terkabul.
Seorang kakak kelas saya pernah berkata, kita itu harusnya membuat planning hidup mulai dari hari ini, besok, lusa, minggu depan, bulan depan dan seterusnya supaya kita punya targetan-targetan dalam hidup. Misal: kapan kita akan lulus, kapan kita bekerja dan berapa lama waktu yang kita perlukan untuk menjadi sukses, sampai-sampai kapan juga kita mau mencari pujaan hati. Jadi sudahkah kita membuat rencana-rencana hidup kita hingga akhir aya hidup kita, jika belum maka cobalah mulai dari sekarang ya.
Sep 14, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)